PANDANGAN ISLAM TENTANG "NIKAH DALAM KEADAAN HAMIL"
TUGAS
MAKALAH
PENDAIS
Nikah Dalam Keadaan Hamil
OLEH:
·
SARLAN ( 13 650 173 )
FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
Kata
Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk kepada kami sehingga kami
dari kelompok V dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Nikah Dalam Keadaan Hamil” pada mata kuliah Pandais
dengan baik.
Pembahasan makalah yang
berjudul “Nikah Dalam Keadaan Hamil” ini tentunya sudah ditentukan oleh dosen
kami. Sehingga kami selaku mahasiswa dapat sedikit demi sedikit memahami
materi-materi yang telah disampaikan secara bertahap mengikuti silabus yang
telah disusun pada awal pertemuan kuliah.
Akhirnya dalam penyusunan
makalah ini tentunya masih terdapat kesalahan baik dari segi penulisan kata maupun penggunaan
istilah, untuk itu kritik dan sarannya sangat kami harapkan dari pembaca guna
perbaikan makalah selanjutnya.
Daftarisi
Kata
Pengantar............................................................................................................................... i
Daftar isi......................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................. 1
A. LatarBelakang..................................................................................................................... 1
B.
RumusanMasalah................................................................................................................ 1
C.
TujuanPenulisan................................................................................................................. 1
D.
MetodePenulisan............................................................................................................... 2
E. SistematikaPenullisan.......................................................................................................... 2
BAB II.............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN................................................................................................................................ 3
Hukum nikah dalam keadaan hamil.................................................................................................. 3
A. Perempuan yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan
hamil..................................... 3
B. Perempuan yang hamil karena melakukan zina sebagaimana
yang banyak terjadi di zaman
ini -wal ‘iyadzu billah- mudah-mudahan
Allah menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari dosa terkutuk ini........................................................................................................................................... 3
BAB III............................................................................................................................................. 4
SARAN
DAN KESIMPULAN............................................................................................................... 4
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Nikah dalam keadaanhamil ,Menikahkan
begitu saja dalam keadaan hamil? Sekarang ini subhanallah. Akhirnya semakin
maraknya hal ini, sebagian pemuda menganggap enteng permasalahan ini. Orang tua
tidak setuju? Gampang. Katanya orang Makassar, silariang. Sudah bawa lari saja
sekalian, bawa lari sehari, dua hari, kecelakaan, Allahul musta’an. Sudah, lalu
kemudian menggampangkan permasalahan ini. Orang tuanya ngamuk-ngamuk sementara
waktu. Pikirnya seperti itu. Sudah, dinikahkan saja. Menuntut tanggung jawab.
Laki-laki ya mau saja dia bertanggung jawab. Tapi tidak seperti itu keadaannya.
Tidak seperti itu keadaannya, tidak diperbolehkan. Kecuali apabila dia telah
melahirkan.
Jika
dilakukan dalam keadaan tidak tahu, bagaimana hubungan nasab anak dan ayahnya? Karena
yang ana tahu, anak hasil zina dinisbatkan kepada ibunya. Sedangkan dalam kasus
tersebut, status anak adalah hasil zina. Tapi yang menikahi ibunya juga
ternyata ayah kandungnya?
Berbeda
halnya apabila seorang tidak mengetahui hukum. Orang tuanya menyangka bahwa itu
boleh-boleh saja. Boleh menikahkan anak meskipun dalam keadaan hamil. Berpegang
kepada fatwa sebagian ustadz misalnya. Akhirnya terjadilah pernikahan, anaknya
dalam keadaan hamil menikah. Ini apa hukumnya? Maka hukumnya sah, dibangun di atas
pengetahuan dia yang jahil ketika itu. Atau ada seorang yang telah memfatwakan
kepadanya dengan fatwa tersebut. Maka dibangun di atas hukum yang diyakini
ketika itu.
B. Rumusan Masalah
B. Rumusan Masalah
Hukum Menikah dalam
Keadaan Hamil
Disini muncul 3 pertanyaan yang sering terjadi di masyarakat :
1.
Bagaimanakah hukumnya pernikahan yang dilaksanakan ketika wanita yang dinikahi
dalam keadaan hamil?
2. Bila
sudah terlanjur menikah, apakah yang harus dilakukan? Apakah harus cerai dulu,
kemudian menikah lagi atau langsung menikah lagi tanpa harus bercerai terlebih
dahulu?
3. Dalam hal ini apakah masih diperlukan mas kawin (mahar)?
C. Tujuan Penulisan
Diharapkandengantulisaninidapatmerubah moral
dansebagaipengetahuanuntukmasyarakatluas yang
belummengetahuitentangaturanmenukahiwanitahamil
D.Metode
Penulisan
Data yang
dikemukakan dalam Makalah ini diperoleh melalui membaca Internet dan kemudian
meringkasnya
E. Sestimatika
Penulisan
Sistematika
penyusunan makalah ini dibagi menjadi tiga bagian utama, yang selanjutnya dijabarkan
sebagai berikut :
BAB II
PEMBAHASAN
HukumNikahDalamKeadaanHamil
Perempuan
yang dinikahi dalam keadaan hamil ada dua macam:
1. Perempuan yang diceraikan oleh
suaminya dalam keadaan hamil.
2. Perempuan yang hamil karena
melakukan zina sebagaimana yang banyak terjadi di zaman ini -wal ‘iyadzu
billah- mudah-mudahan Allah menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari
dosa terkutuk ini.
1. Perempuan
yang diceraikan oleh suaminya dalam keadaan hamil
Adapun
perempuan hamil yang diceraikan oleh suaminya, tidak boleh dinikahi sampai
lepas ‘iddah[1]nya. Dan ‘iddah-nya ialah sampai ia melahirkan
sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَأُولَاتُالْأَحْمَالِأَجَلُهُنَّأَنْيَضَعْنَحَمْلَهُنَّ
“Dan
perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan
kandungannya.” (QS. Ath-Tholaq:
4)
Dan hukum
menikah dengan perempuan hamil seperti ini adalah haram dan nikahnya
batil tidak sah sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
وَلَاتَعْزِمُواعُقْدَةَالنِّكَاحِحَتَّىيَبْلُغَالْكِتَابُأَجَلَهُ
“Dan
janganlah kalian ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah sebelum habis
‘iddahnya.” (QS. Al-Baqarah:
235)
2.Perempuan yang hamil karena
melakukan zina
Adapun
perempuan hamil karena zina, kami melihat perlu dirinci lebih meluas karena
pentingnya perkara ini dan banyaknya kasus yang terjadi di seputarnya. Maka
dengan mengharap curahan taufiq dan hidayah dari Allah Al-’Alim
Al-Khabir, masalah ini kami uraikan sebagai berikut: Perempuan yang telah
melakukan zina menyebabkan dia hamil atau tidak, dalam hal bolehnya melakukan
pernikahan dengannya terdapat persilangan pendapat dikalangan para ‘ulama.
Secara
global para ‘ulama berbeda pendapat dalam pensyaratan dua perkara untuk sahnya
nikah dengan perempuan yang berzina.Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa
32/109: “Menikahi perempuan pezina adalah haram sampai ia bertaubat,
apakah yang menikahinya itu adalah yang menzinahinya atau selainnya. Inilah
yang benar tanpa keraguan.”Tarjih di atas berdasarkan firman Allah ‘Azza wa
Jalla:
الزَّانِيلَايَنْكِحُإلَّازَانِيَةًأَوْمُشْرِكَةًوَالزَّانِيَةُلَايَنْكِحُهَاإِلَّازَانٍأَوْمُشْرِكٌوَحُرِّمَذَلِكَعَلَىالْمُؤْمِنِينَ
“Laki-laki
yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan
yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Dan telah diharamkan hal
tersebut atas kaum mu`minin.” (QS. An-Nur: 3)
Dan dalam
hadits ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash,
beliau berkata:
أَنَّمَرْثَدَبْنَأَبِيْمَرْثَدٍالْغَنَوِيَّرَضِيَاللهُعَنْهُكَانَيَحْمِلُالْأَسَارَىبِمَكَّةَوَكَانَبِمَكَّةَامْرَأَةٌبَغِيٌّيُقَالُلَهَاعَنَاقٌوَكَانَتْصَدِيْقَتَهُ. قَالَ: فَجِئْتُإِلىَالنَّبِيِّصَلىَّاللهُعَلَيْهِوَعَلَىآلِهِوَسَلَّمَفَقُلْتُيَارَسُوْلَاللهِأَنْكِحُعَنَاقًا؟قَالَ: فَسَكَتَعَنِّيْفَنَزَلَتْ: ((وَالزَّانِيَةُلَايَنْكِحُهَاإِلَّازَانٍأَوْمُشْرِكٌ)) فَدَعَانِيْفَقَرَأَهَاعَلَيَّ. وَقَالَ: لاَتَنْكِحْهَا
Sesungguhnya
Martsad bin Abi Martsad Al-Ghonawy membawa tawanan perang dari Makkah dan di
Makkah ada seorang perempuan pelacur disebut dengan (nama) ‘Anaq dan ia adalah
teman (Martsad). (Martsad) berkata: “Maka saya datang kepada Nabi shollallahu
‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam lalu saya berkata: “Ya Rasulullah, Saya nikahi
‘Anaq?” Martsad berkata: “Maka beliau diam, maka turunlah (ayat): “Dan
perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina
atau laki-laki musyrik.” Kemudian beliau memanggilku lalu membacakannya padaku
dan beliau berkata: “Jangan kamu nikahi dia.”(Hadits hasan, riwayat Abu Daud no. 2051,
At-Tirmidzy no. 3177, An-Nasa`i 6/66 dan dalam Al-Kubra 3/269, Al-Hakim
2/180, Al-Baihaqy 7/153, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1745 dan disebutkan
oleh Syeikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shohih Al-Musnad Min
Asbabin Nuzul)
Ayat dan
hadits ini tegas menunjukkan haram nikah dengan perempuan pezina. Namun
hukum haram tersebut bila ia belum bertaubat. Adapun kalau ia telah
bertaubat maka terhapuslah hukum haram nikah dengan perempuan pezina tersebut
berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam:
التَّائِبُمِنَالذَّنْبِكَمَنْلَاذَنْبَلَهُ
“Orang yang
bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak ada dosa baginya.” (Dihasankan oleh Syeikh Al-Albany
dalam Adh-Dho’ifah 2/83 dari seluruh jalan-jalannya)
adapunbertaubat
atas perbuatan zinanya sebagaimana ia bertaubat kalau melakukan dosa besar yang
lainnya. Yaitu dengan lima syarat:
1. Ikhlash
karena Allah.
2. Menyesali
perbuatannya.
3.
Meninggalkan dosa tersebut.
4. Ber‘azam
dengan sungguh-sungguh tidak akan mengulanginya.
5. Pada
waktu yang masih bisa bertaubat seperti sebelum matahari terbit dari Barat dan
sebelum ruh sampai ke tenggorokan.
BAB III
SARAN DAN KESIMPULAN
SARAN
Diharapkandengandengandiadakannyapresentasimengenaihukumnikahdalamkeadaanhamilinimahasiswadapatmengambilbeberapapoinpentingdandapat
di aplikasikndalamkehidupansehari-hari. Agar
mencapaikesempurnaandalampresentasidiharapkanmahasiswadapatbertanyabilaadahal
yang tidak di mengerti
KESIMPULAN
1. Tidak
boleh nikah dengan perempuan yang berzina kecuali dengan dua syarat yaitu, bila
perempuan tersebut telah bertaubat dari perbuatan nistanya dan telah lepas ‘iddah-nya.
2. Ketentuan
perempuan yang berzina dianggap lepas ‘iddah adalah sebagai berikut:
• Kalau ia
hamil, maka ‘iddahnya adalah sampai melahirkan.
• Kalau ia
belum hamil, maka ‘iddahnya adalah sampai ia telah haid satu kali
semenjak melakukan perzinahan tersebut. Wallahu Ta’ala A’lam.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=annisa&article=45
http://an-nashihah.com/index.php?mod=article&cat=annisa&article=45&page_order=
Komentar
Posting Komentar